TIMES MATARAM, JAKARTA – Pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset menemui titik terang. Itu setelah Presiden Prabowo Subianto dan DPR memberikan sinyal untuk segera membahas dan menerapkan aturan pemiskinan pada koruptor di Tanah Air tersebut.
RUU Perampasan Aset sendiri adalah rancangan undang-undang yang pertama kali disusun pada 2008 silam. Dirancang dengan maksud memperluas wewenang negara menyita harta koruptor. Namun aturan itu mandek di Senayan, karena tak ada persetujuan dari ketua umum partai politik masing-masing.
Akhir Agustus 2025 lalu, demonstrasi meledak di Jakarta hingga daerah. Banyak aspirasi yang didesak oleh rakyat agar segera di-amin-kan oleh Istana dan DPR. Salah satunya adalah RUU Perampasan Aset untuk segera dibahas dan diterapkan agar tindakan culas di Indonesia tersebut segera teratasi.
Berpeluang Dipercepat
Konsultan Politik Politika Research & Consulting (PRC) Nurul Fattah mengaku optimis, bahwa secara politik, RUU Perampasan Aset berpeluang dipercepat. Salah satu indikator untuk membaca itu, RUU tersebut sudah masuk Prolegnas Prioritas 2025.
"Kemudian sudah mendapat dukungan Presiden Prabowo serta pemerintah, dan ditopang tekanan publik yang kuat, apalagi komposisi DPR hari ini hampir keseluruhan berasal dari koalisi yang berada di dalam pemerintahan," katanya kepada TIMES Indonesia, Minggu (14/9/2025).
Berdasarkan indokator tersebut, kata dia, kemungkinan besar RUU Perampasan Aset akan segera diseledaikan pada tahun 2025. "Tapi secara realistis, segera bukan berarti full disahkan besok, ada kalkulasi politik dan hukum yang barangkali jadi pertimbangan elit-elit partai," jelasnya.
Legitimasi Penuh
Nurul Fattah melihat, jalur disahkannya lewat DPR lebih ideal untuk RUU Perampasan Aset, karena memberi legitimasi penuh dan meminimalkan risiko hukum, meski prosesnya lebih lambat.
Sementara untuk opsi Perppu atau Perpres oleh Istana memang bisa jadi jalan pintas jika pihak DPR buntu, dengan keuntungan politik berupa citra Presiden Prabowo yang tegas dan pro-pemberantasan korupsi. "Jika presiden membuat perppu atau perpres ya," katanya.
Namun, lanjut dia, ada risikonya besarnya jika hal itu dilakukan oleh Kepala Negara, mulai dari resistensi partai koalisi dan DPR-nya yang merasa dilewati, potensi cacat hukum karena tumpang tindih dengan KUHAP, Tipikor, dan TPPU, serta uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Karena itu, Perppu sebaiknya hanya digunakan sebagai opsi cadangan, pada momentum besar yang bisa menggalang dukungan publik untuk menekan DPR agar menyetujuinya," ujarnya.
Indonesia Bebas Koruptor?
Direktur Gerakan Sadar Konstitusi dan Demokrasi (Gradasi), Abdul Hakim menambahkan, RUU Perampasan Aset sangat urgent disegerakan dalam implementasinya. Hal itu dalam rangka untuk menutupi kekurangan hukum yang ada saat ini. Misalnya, kata dia, UU Tipikor dan UU TPPU.
Nah, RUU Perampasat Aset adalah upaya untuk memulihkan aset hasil korupsi dan kejahatan ekonomi secara maksimal. "RUU ini bukan fokus pada orang, tetapi pada aset. Misalnya pelaku koruptor meningga, kabur, belum dapat diproses secara peradilan pidana, atau belum vonis, asetnya bisa dirampas," katanya kepada TIMES Indonesia.
Dengan ada pengesahan RUU Perampesan Aset ini, kata dia, koruptor akan berpikir ulang untuk korupsi karena sudah ada mekanisme hukum yang kuat dalam merampas aset hasil korupsinya.
"Pertanyaan, apakah Indonesia akan bebas koruptor? Kalau penegak hukumnya berkerja dengan benar sesuai RUU Perampasan aset, dijamin koruptor akan berkurang setidaknya 99 persen persen," tegasnya.
Dalam ikhtiar itu, lanjut dia, DPR jelas memiliki peran penting untuk menjadikan sebuah RUU menjadi UU. Sehingga peran wakil rakyat ini menjadi vital untuk mengajukan membahas, persetujuan, pengesahan.
"Sedangkan konsitusi kita tidak punya mekanisme yang memungkinkan Presiden memaksa DPR menjadi undang-undang kecuali secara politik. Biasanya sebuah RUU yang dijadikan oleh pemerintah secara politik hukum lebih mudah mudah disahkan," ujarnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: RUU Perampasan Aset Menemui Titik Terang, Indonesia segera Bebas Koruptor?
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |