TIMES MATARAM, MALANG – Di tepi Sungai Brantas, terhampar sebuah kampung yang dulu hanya dikenal sebagai bagian kumuh Kota Malang. Rumah-rumah berderet tak teratur, catnya kusam, dan jalanan dipenuhi sampah. Kampung Jodipan, begitu nama kampung itu. Kampung ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 9 RT 9 RW 2, Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Dulu, Kampung Jodipan hanya sebuah tempat yang bagi sebagian besar orang hanya terlewati saja, tanpa sempat melirik.
Namun, bagi warganya, Jodipan lebih dari sekadar kampung. Kampung ini adalah tempat ia bertumbuh, membesarkan anak-anaknya, dan mengukir cerita hidup. Kampung ini memang sederhana, tapi di sana ada keluarga, ada cerita. Namun, siapa sangka kampung sederhana berubah dan sempat menjadi sorotan.
Benih Perubahan
Pada 2016, sekelompok mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang muncul dengan ide besar. Mereka menggandeng sebuah perusahaan cat untuk mengubah wajah Jodipan menjadi lebih hidup. Tidak ada yang menyangka gagasan sederhana mengecat rumah-rumah di kampung ini akan membawa perubahan besar.
Satu per satu rumah dicat dengan warna-warna cerah. Merah, biru, kuning, sampai hijau mengubah seluruh kampung bak pelangi di atas tanah. Beberapa tembok bahkan dihiasi mural 3D yang menggambarkan bunga, burung, hingga kehidupan pedesaan.
Melihat perubahan kampungnya, seluruh warga ikut sibuk membantu. Anak-anak muda berkumpul, mengecat, menghias jalan dengan botol plastik daur ulang, dan membersihkan lingkungan. Kampung itu seolah hidup kembali, tak hanya karena warnanya, tetapi juga karena semangat warganya.
Pada awalnya, sebagian warga ragu, apakah benar ada orang yang mau datang ke sini, saat kampung itu diresmikan menjadi "Kampung Warna-Warni" dan juga destinasi wisata pada 2017.
Meraka sama sekali tak menduga. Tak butuh lama, pemberitaan media, cerita dari mulut ke mulut sampai berita viral medsos membuat pengunjung dan wisatawan mulai berdatangan.
Banyak warga memanfaatkan kesempatan untuk membuka warung kecil, menjual suvenir, atau bahkan mengubah rumah mereka menjadi kafe sederhana. Pendapatan warga perlahan meningkat.
Warga dan anak-anak juga belajar menjaga kebersihan. Tempat sampah tersedia di setiap sudut kampung, dan warga tidak lagi membuang sampah ke sungai seperti dulu. Kini, mereka bahkan mengadakan acara-acara tahunan seperti pentas seni saat hari kemerdekaan.
Dengan kamera dan handphone, wisatawan memotret setiap sudut kampung yang berubah itu. Mereka kagum dengan warna-warni cerah di dinding rumah dan jembatan kaca yang menjadi ikon Jodipan. Anak-anak di kampung itu juga menikmati perubahan. Mereka tertawa riang saat melihat dirinya terpampang di kamera para wisatawan.
Ketika foto dan video itu mereka share lewat medsos, bertambah besar pula jumlah wisatawan yang berdatangan. Sempat, wisatawan harus antre untuk masuk ke kampung itu.
Ada Duka Di Balik Warna-Warni
Kesuksesan Jodipan tidak lepas dari tantangan. Ada warga yang mulai mengeluh soal privasi. Keramaian yang terjadi mulai siang sampai malam kadang melanggar batas privasi warga. Konflik kecil juga mulai bermunculan terutama terkait masalah distribusi secara adil terkait kesejahteraan yang diperoleh kampung dari kunjungan wisatawan.
Puncaknya saat Covid-19. Kunjungan wisatawan anjlog. Dua tahun wabah itu, mengubah harapan. Belum lagi bermunculan kampung dan wisata lain di Kota Malang dan sekitarnya. Kampung Warna-warni Jodipan mulai kehilangan pesonanya. Kalah bersaing dengan kampung wisata baru yang menawarkan konsep lebih segar.
Namun, di balik itu semua, muncul kesadaran baru di kalangan warga bahwa perubahan harus terus berjalan. Kalau mau terus dikenal, kampung ini harus berinovasi. Mungkin tambah spot foto baru, buat acara menarik atau bentuk inovasi lain.
Pun soal support dari pemerintah setempat yang dinilai minim dalam hal menjadikan Kampung Warna-Warni sebagai salah satu ikon Kota Malang. Hal ini sempat dikeluhkan warga ke Abah Anton, mantan Wali Kota Malang yang dulu meresmikan kampung ini menjadi destinasi wisata.
"Warga masih mengingat saya sebagai Wali Kota Malang yang membentuk dan membesarkan Kampung Warna Warni Jodipan. Tokoh masyarakat dan warga mengajak komitmen bersama untuk melanjutkan pembangunan kampung tematik ini,” ucap Abah Anton yang maju Pilkada 2024 saat berkunjung ke kampung Warna-Warni beberapa saat lalu.
Melestarikan Cerita Jodipan
Jodipan bukan sekadar kampung wisata. Ia adalah saksi perubahan. Di setiap warna cat dan muralnya, ada cerita tentang harapan, kerja keras, konflik, dan kebersamaan.
Bagi warga Jodipan, kampung ini adalah rumah dan tempat menyaksikan masa lalu yang sederhana, perubahan besar yang membawa kebanggaan, dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.
Jodipan juga bukan cuma sekadar kampung dengan cat warna-warni. Jodipan adalah kampung dengan ribuan cerita berwarna-warni. Sejarah Kampung Jodipan adalah sejarah warna-warni Kota Malang yang juga harus dilestarikan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Apa Kabar Kampung Warna-Warni Jodipan?
Pewarta | : |
Editor | : Faizal R Arief |