TIMES MATARAM, LOMBOK – Hari Santri, yang diperingati setiap 22 Oktober, adalah momen yang penting untuk merayakan peran santri dalam sejarah Indonesia, terutama dalam perjuangan melawan penjajahan. Namun, dalam konteks zaman sekarang, terutama dengan kehadiran Generasi Z, perayaan ini memiliki dimensi baru yang menarik.
Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, dikenal sebagai digital natives. Mereka tumbuh dalam era teknologi dan informasi yang pesat, yang memengaruhi cara mereka belajar, berinteraksi, dan berpartisipasi dalam masyarakat.
Hari Santri yang seharusnya menjadi refleksi terhadap tradisi keilmuan dan spiritual di pesantren, kini juga dapat dipahami sebagai momentum untuk menyebarkan nilai-nilai tersebut melalui platform digital seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, dan YouTube.
Mendigitalisasi Tradisi Santri
Salah satu karakteristik utama dari Generasi Z adalah kemampuan mereka dalam mengadaptasi teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak hanya menggunakan media sosial untuk bersenang-senang, tetapi juga sebagai alat untuk menyebarkan pengetahuan dan nilai-nilai positif.
Dalam konteks Hari Santri, platform-platform seperti WhatsApp, Instagram Reels, TikTok, dan YouTube Shorts menjadi saluran yang efektif untuk mendigitalisasi tradisi dan pelajaran yang diajarkan di pesantren. Melalui video singkat, santri dapat berbagi kutipan dari kitab-kitab kuning, menjelaskan makna ajaran Islam, atau bahkan mendemonstrasikan praktik-praktik keagamaan yang baik.
Misalnya, di TikTok, santri dapat membuat konten yang kreatif dan menarik, seperti tantangan "30 Hari Nyantri," di mana mereka menampilkan rutinitas harian mereka di pesantren, mulai dari belajar mengaji hingga berdiskusi tentang fikih. Dengan pendekatan yang fun dan relatable, generasi muda dapat lebih mudah terhubung dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan pesantren.
Menghadapi Tantangan dan Peluang
Namun, penggunaan media sosial dalam konteks perayaan Hari Santri tidak tanpa tantangan. Dalam era di mana informasi bisa dengan cepat menyebar, ada risiko penyebaran informasi yang keliru atau bahkan negatif tentang santri dan pesantren.
Oleh karena itu, penting bagi santri untuk menjadi pengguna yang cerdas dan bertanggung jawab dalam media sosial. Mereka perlu memahami batasan dalam berbagi informasi dan tetap menjaga etika serta nilai-nilai keagamaan yang diajarkan di pesantren.
Selain itu, generasi muda harus mampu memfilter konten yang mereka konsumsi dan sebarkan. Di tengah maraknya informasi yang tidak terverifikasi, mereka harus kritis dalam memilih sumber yang dapat dipercaya dan relevan dengan ajaran Islam yang benar.
Pendidikan tentang literasi digital menjadi sangat penting, agar Generasi Z dapat menggunakan media sosial sebagai alat untuk membangun narasi positif tentang santri dan pesantren.
Peran Santri dalam Masyarakat Modern
Dengan memanfaatkan platform digital, santri dapat berkontribusi lebih banyak dalam masyarakat modern. Mereka bukan hanya sebagai penerus tradisi, tetapi juga sebagai agen perubahan. Generasi Z yang nyantri dapat menggunakan pengetahuan yang diperoleh di pesantren untuk berinteraksi dengan dunia luar, mengadvokasi isu-isu sosial, dan menyebarkan nilai-nilai keadilan, toleransi, dan persatuan. Misalnya, dengan membuat kampanye sosial di Instagram atau YouTube yang berfokus pada isu-isu seperti lingkungan hidup atau toleransi antar umat beragama.
Hari Santri seharusnya menjadi pengingat bahwa peran santri bukan hanya di dalam pesantren, tetapi juga dalam masyarakat luas. Melalui media sosial, santri dapat menjangkau audiens yang lebih besar dan memperkenalkan nilai-nilai Islam yang moderat, rahmatan lil'alamin.
Hari Santri adalah kesempatan untuk merayakan dan mengapresiasi kontribusi santri dalam sejarah Indonesia. Namun, dalam era digital ini, perayaan tersebut harus diadaptasi agar relevan dengan Generasi Z.
Dengan memanfaatkan platform digital seperti WhatsApp, Instagram, TikTok, dan YouTube, santri dapat menyebarkan nilai-nilai positif dan memperkuat identitas mereka sebagai santri modern. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk tidak hanya nyantri di pesantren, tetapi juga nyantri di dunia digital, menjadi pelopor dalam menyebarkan ajaran yang baik dan benar kepada masyarakat.
***
*) Oleh : Ulyan Nasri, Penulis Buku, Author Artikel, Editor Buku, Ketua LPPM dan Dosen Tetap Institut Agama Islam Hamzanwadi NW Lombok Timur.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |